Nutrisi, Agrikultur, dan Sistem Pangan Global di Negara Berpendapatan Menengah ke Bawah

Setelah minggu lalu membahas mengenai kedaulatan biji, post kali ini akan membahas mengenai sistem pangan, nutrisi, dan agrikultur di negara dengan pendapatan rendah dan ke bawah. Beberapa negara yang masuk kriteria tersebut berada di Asia, salah satunya adalah Indonesia.

Artikel yang ditulis oleh Barry M. Popkin pada tahun 2014 dengan judul Nutrition, Agriculture, and the Global Food System in Low and Middle Income Countries ini dilatarbelakngi oleh beberapa hal, yaitu;
  1. Terdapat dua pergeseran yang saat ini terjadi di sistem pangan. Pertama, pertumbuhan cepat pada retail modern dan peningkatan akan konsumsi makanan kemasan. Kedua, pergeseran tren makanan ke jenis Tradisional to Modern dimana supermarket dan pabrik makanan mengambil sumber pangannya langsung dari petani.
  2. Pergeseran pada poin pertama menyebabkan permasalahan bagi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah yang saling bertolak belakang, yaitu tingginya angka kelaparan dan kekurangan gizi, namun di sisi lain angka obesitas juga meningkat.
Sehingga tujuan dari artikel yang ditulis adalah untuk meningkatkan kesadaran akan dampak yang ditimbulkan dari pergeseran, karena dapat mempengaruhi penentuan kebijakan di masa depan.

1000 Hari Pertama 
Fokus energi dari seluruh agensi global, agrikultur dan nutrisi, adalah periode emas atau 1000 hari pertama. Pada periode tersebut, nutrisi yang diterima bayi sangat berpengaruh terhadap kehidupan selama jangka panjang, akan tetapi tidak berarti tahapan kehidupan selain periode emas tidak penting. Nutrisi pada siklus hidup lainnya yang tidak baik dapat menyebabkan masalah intergenerasi. Selain itu, pergeseran yang telah disebutkan dapat terjadi pada berbagai periode di siklus hidup manusia. Beberapa contoh masalah intergenerasi adalah rendahnya angka berat lahir dan pola pertumbuhan yang buruk. Sehingga pertumbuhan yang memadai dan gizi yang mencukupi untuk remaja putri dan pemberian makan bayi yang tepat juga merupakan poin yang penting selain pemberian nutrisi yang baik pada bayi dan wanita hamil. Gizi yang baik dapat mencegah malnutrisi secara global.

Perubahan Pola Makan
Terdapat sebuah penelitian yang menyatakan bahwa perubahan pola makan dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Sebagai contoh, apabila seseorang lebih sering mengkonsumsi yoghurt, sayur, dan kacang-kacangan, maka ia dapat mengalami penurunan berat badan. Meskipun penelitian telah menemukan fakta tersebut, nyatanya perubahan pola makan sulit untuk diterapkan pada masyarakat karena masyarakat tidak ingin mengubah pola makan mereka menjadi lebih sehat, yang dapat disebabkan oleh perkembangan teknologi dalam bidang pangan (seperti banyak inovasi dari segi bumbu, penambahan zat aditif, dll); perubahan pola makan dan gaya hidup global (masyarakat lebih menyukai makanan yang instan karena lebih murah, enak, dan tidak membutuhkan pengolahan lebih lanjut yang menyusahkan seperti makanan segar); pola makan segar sulit untuk dijangkau seluruh masyarakat baik dari segi ketersediaan, kesegaran, dan harga konsumen akhir; dan pertumbuhan yang sangat besar dari sektor makanan dan minuman proses kemasan.

Perspektif Komunitas Agrikultur yang Berhubungan dengan Nutrisi
Negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah dianggap sebagai negara-negara yang sektor agrikulturnya tidak dapat mendukung kebutuhan pangan yang memadai sehingga terdapat permasalahan kekurangan nutrisi. Namun, negara-negara tersebut juga memiliki angka obesitas yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya jumlah makanan dan minuman olahan yang memiliki harga rendah, sehingga masyarakat negara tersebut dapat mengakses makanan dan minuman olahan tersebut dengan mudah.

Pengaruh Jangkauan Sektor Retaill Modern terhadap Konsumsi Makanan Olahan di Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah.
Sektor retail telah erat kaitannya dengan kemudahan untuk mendapatkan makanan olahan di daerah tersebut. Sebagian besar market share pembelian makanan olahan diperoleh dari sektor retail. Sementara dari sektor retail sendiri proporsi pembelian makanan segar lebih rendah daripada proporsi pembelian makanan proses. Semakin banyak penduduk dari suatu negara, semakin tinggi proporsi kalori dari makanan proses. Sementara proporsi kalori dari makanan yang dibuat sendiri semakin menurun. Selain itu, jenis makanan yang lebih banyak dikonsumsi di negara berpenghasilan menengah ke bawah adalah makanan yang diproses secara besar-besaran (>50%). Pengeluaran per kapita yang dilakukan terhadap produk makanan olahan pada negara berpenghasilan lebih tinggi lebih besar apabila dibandingkan dengan negara dengan penghasilan menengah ke bawah. Namun, tren pengeluaran tersebut pada negara berpenghasilan menengah ke bawah semakin meningkat per kapita. Sehingga permasalahan dari makanan olahan adalah selektivitas masyarakat saat membeli makanan di retail modern dan supermarket, yaitu lebih memilih makanan instan dan cepat saji. Namun, makanan murah sering diasosiasikan dengan makanan empty calories. Makanan empty calories adalah makanan yang memiliki kalori tinggi namun kualitas gizi yang buruk, sehingga ketika dikonsumsi berlebihan dan terus menerus dapat menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas di negara berpenghasilan menengah dan ke bawah.

Permasalahan yang Dihadapi Sektor Agrikultur di Negara Menengah ke Bawah
Terdapat persaingan antar permintaan dari masyarakat yang selama ini dipenuhi oleh sektor retail dan makanan proses. Hal ini disebabkan oleh kekurangan dari sektor agrikultur yang tidak mampu memberikan keamanan pangan dengan menggunakan makanan-makanan segar yang nutrisinya cukup.

Masalah utama di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah adalah kerawanan pangan, baik dari jumlah maupun dari segi nutrisi. Ketersediaan pangan dengan harga terjangkau dan diminati masyarakat namun juga dengan nutrisi yang cukup masih belum terpenuhi. Hal ini menyebabkan masyarakat mengisi celah tersebut dengan makanan proses.

Negara berpenghasilan menengah ke bawah kurang dari segi ekonomi dan pendidikan. Selain pendapatan yang lebih rendah, masyarakat negara-negara tersebut kurang diberikan informasi mengenai kepentingan akan nutrisi yang diperoleh dari makanan segar. Perubahan gaya hidup juga mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap makanan proses, selain ekonomi dan pendidikan. Gaya hidup yang cepat menyebabkan kurangnya pendidikan bagi masyarakat miskin, sementara masyarakat yang berpendidikan akan fokus terhadap pekerjaan sehingga lebih memilih makanan yang praktis. Selain itu, makanan proses yang dijual menggunakan banyak bahan aditif dan lain sebagainya, sehingga rasa makanan tersebut lebih diminati dengan minimal preparasi apabila dibandingkan dengan makanan segar yang membutuhkan preparasi untuk mencapai rasa yang diinginkan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persyaratan PIRT: Uji Lab

Manajemen Rantai Pasok Halal

Pemanis Buatan