Pengawet pada Makanan
Pada post sebelumnya telah dibahas mengenai pemanis buatan dan regulasinya. Kali ini, akan dibahas mengenai bahan tambahan pengawet pada makanan beserta regulasinya di Indonesia.
Setiap bahan pangan atau makanan yang kita lihat memiliki umur simpan yang berbeda-beda. Beberapa bahan makanan akan mengalami kerusakan atau dekomposisi terlebih dahulu dibandingkan dengan produk lain. Kerusakan dapat berupa kerusakan secara biologis, seperti serangan mikroorganisme, secara kimiawi, maupun secara fisik, seperti perubahan struktur. Kerusakan secara biologis umumnya terjadi dan selain merusak makanan, juga dapat merugikan perusahaan. Salah satu cara yang dilakukan perusahaan makanan dalam mencegah serangan mikroorganisme adalah dengan menambahkan pengawet.
Pengawet bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan, sehingga jumlah yang ditambahakan harus dibatasi. Penggunaan pengawet sebagai bahan tambahan diatur dalam
Peraturan Kepala (PerKa) BPOM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Dalam Perka BPOM tersebut,
terdapat jenis-jenis pengawet yang diizinkan dan batasan maksimum penggunaannya dalam makanan.
Pembatasan pengawet pada makanan ini dilakukan karena jumlah yang berlebih dapat menimbulkan efek negatif yang tak diinginkan. Selain itu, tidak semua pengawet dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan karena tidak aman untuk dikonsumsi. Beberapa jenis pengawet yang diizinkan BPOM adalah asam benzoat, nirit, dan nitrat. Sementara beberapa pengawet yang tidak diizinkan adalah; formalin dan boraks. Kedua bahan pengawet yang dilarang ini sering ditemukan pada produk seperti mie dan bakso. Asam benzoat umumnya ditemukan pada produk dengan asam rendah, seperti sari buah karena bekerja dengan lebih baik sebagai pengawet pada lingkungan yang asam. Sementara nitrat dan nitrit umumnya ditemukan pada produk daging, seperti pada daging curing. Salah satu cara pengawetan oleh garam nitrtit dan nitrat adalah dengan membuat lingkungan atau makanan menjadi terlalu asin bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Lingkungan yang terlalu asin dapat menyebabkan sel mikroorganisme luruh atau pecah.
Meskipun terdapat regulasi mengenai penggunaan pegawet, masih terdapat banyak penjual makanan yang menggunakan pengawet terlarang, baik karena harga yang lebih murah atau karena tidak mengetahui larangan tersebut. Oleh karena itu, BPOM kerap kali melakukan inspeksi secara mendadak ke penjual dan perusahaan makanan. Sanksi bagi penjual atau perusahaan yang menggunakan pengawet terlarang dapat berupa peringatan tertulis,
larangan pengedaran produk, penarikan kembali produk, pemusnahan
produk, dan pencabutan izin pengedaran produk. Sanksi-sanksi tersebut diberikan berdasarkan PerKa BPOM No. 36 Tahun 2013. Pastikan apabila Anda hendak memproduksi suatu makanan berpengawet, Anda telah melihat dan mempelajari terlebih dahulu PerKa BPOM tersebut agar terhindar dari sanksi-sanksi yang telah disebutkan.
Komentar
Posting Komentar