Pengawetan dan Mutu Pangan
Pertemuan 5
A. Pengawetan
Dalam industri pangan sering dilakukan pengawetan. Pengawetan dilakukan agar makanan atau bahan pangan tidak cepat rusak. Biasanya dilakukan dengan mengubah suhu. Faktor-faktor yang membuat makanan tidak awet beberapa diantaranya adalah air dan enzim. Air menjadi sarana tumbuh mikroba, sementara enzim adalah sebuah senyawa yang hampir menyerupai makhluk hidup serta dapat mengkatalis reaksi biokimia yang ada dalam makanan. Itu sebabnya tidak jarang mikroba dan enzim digunakan untuk melakukan fermentasi makanan, seperti wine. Mikroba terdapat pada medium dari bahan pangan dan dalam pertumbuhan mikroba, terdapat kurva S yang menunjukkan fase-fase pertumbuhan tersebut.
A. Pengawetan
Dalam industri pangan sering dilakukan pengawetan. Pengawetan dilakukan agar makanan atau bahan pangan tidak cepat rusak. Biasanya dilakukan dengan mengubah suhu. Faktor-faktor yang membuat makanan tidak awet beberapa diantaranya adalah air dan enzim. Air menjadi sarana tumbuh mikroba, sementara enzim adalah sebuah senyawa yang hampir menyerupai makhluk hidup serta dapat mengkatalis reaksi biokimia yang ada dalam makanan. Itu sebabnya tidak jarang mikroba dan enzim digunakan untuk melakukan fermentasi makanan, seperti wine. Mikroba terdapat pada medium dari bahan pangan dan dalam pertumbuhan mikroba, terdapat kurva S yang menunjukkan fase-fase pertumbuhan tersebut.
![]() | |
Kurva S Pertumbuhan Mikroba |
Fase-Fase Pertumbuhan Mikroba:
1. Initial : Pada fase ini, hampir tidak ada fase pertumbuhan karena mikroba masih beradaptasi terhadap lingkungan
2. Lambat : Mikroba mulai bertumbuh secara perlahan-lahan
3. Logaritmik : Terjadi rapid growth atau pertumbuhan yang semakin cepat
4. Stasioner : Jumlah mikroba yang tumbuh dan yang mati pada mikroba mencapai keseimbangan karena berkurangnya nutrisi untuk tumbuh dan hidup
5. Kematian : Pertumbuhan mikroba mengalami kemunduran
Pada fase stasioner, terbentuk alkohol karena terjadi fermentasi pada tahap tersebut. Fase stasioner juga disebut tahap metabolisme sekunder, sementara pada fase logaritmik disebut metabolisme primer.
Salah satu contoh penggunaan mikroba adalah pada pembuatan wine. Warna pada wine tergantung pada jenis anggur yang digunakan. White wine menggunakan anggur yang berwarna hijau sementara red wine menggunakan anggur berwarna ungu kemerahan. Negara-negara yang memproduksi wine ada banyak, Perancis di urutan pertama, Afrika Selatan, Chile, Australia, Indonesia, dan masih banyak lagi. Wine dibuat dengan pertama-tama memproses buah anggur menjadi jus dan disterilkan agar fermentasi dapat dikontrol, kemudian diberi gula dengan kadar tertentu, mikroba kemudian dimasukkan. Mikroba yang digunakan adalah saccharomyces cereviceae atau biasa disebut ragi. Untuk mendapatkan jumlah mikroba yang banyak digunakan teknik starter, yaitu penumbuhan terus menerus mikroorganisme sampai mencapai jumlah yang diinginkan. Pertumbuhan diberhentikan sebelum mencapai fase stasioner. Setelah distarter, mikroba-mikroba tersebut dimasukkan dalam jus yang akan difermentasi dan ditutup. Selang dimasukkan tanpa menyentuh jus tersebut, dan ujung lainnya dicelupkan ke dalam wadah berisi air untuk melihat apakah terdapat gelembung. Gelembung-gelembung menandakan bahwa anggur masih dalam tahap fermentasi. Gelembung-gelembung dihasilkan oleh saccharomyces yang menghasilkan gas karbondioksida selama fermentasi berlangsung. Berbagai jenis wine dibedakan oleh suhu lingkungan tumbuh dan waktu pemetikan buah anggur. Kadar dari anggur dapat diubah dengan cara mengurangi kadar gula, karena gula diubah oleh ragi menjadi alkohol. Makin banyak gula, makin tinggi tingkat alkohol wine. Kadar juga dapat diubah dengan cara membuka botol berisi wine setelah jadi.
1. Initial : Pada fase ini, hampir tidak ada fase pertumbuhan karena mikroba masih beradaptasi terhadap lingkungan
2. Lambat : Mikroba mulai bertumbuh secara perlahan-lahan
3. Logaritmik : Terjadi rapid growth atau pertumbuhan yang semakin cepat
4. Stasioner : Jumlah mikroba yang tumbuh dan yang mati pada mikroba mencapai keseimbangan karena berkurangnya nutrisi untuk tumbuh dan hidup
5. Kematian : Pertumbuhan mikroba mengalami kemunduran
Pada fase stasioner, terbentuk alkohol karena terjadi fermentasi pada tahap tersebut. Fase stasioner juga disebut tahap metabolisme sekunder, sementara pada fase logaritmik disebut metabolisme primer.
Salah satu contoh penggunaan mikroba adalah pada pembuatan wine. Warna pada wine tergantung pada jenis anggur yang digunakan. White wine menggunakan anggur yang berwarna hijau sementara red wine menggunakan anggur berwarna ungu kemerahan. Negara-negara yang memproduksi wine ada banyak, Perancis di urutan pertama, Afrika Selatan, Chile, Australia, Indonesia, dan masih banyak lagi. Wine dibuat dengan pertama-tama memproses buah anggur menjadi jus dan disterilkan agar fermentasi dapat dikontrol, kemudian diberi gula dengan kadar tertentu, mikroba kemudian dimasukkan. Mikroba yang digunakan adalah saccharomyces cereviceae atau biasa disebut ragi. Untuk mendapatkan jumlah mikroba yang banyak digunakan teknik starter, yaitu penumbuhan terus menerus mikroorganisme sampai mencapai jumlah yang diinginkan. Pertumbuhan diberhentikan sebelum mencapai fase stasioner. Setelah distarter, mikroba-mikroba tersebut dimasukkan dalam jus yang akan difermentasi dan ditutup. Selang dimasukkan tanpa menyentuh jus tersebut, dan ujung lainnya dicelupkan ke dalam wadah berisi air untuk melihat apakah terdapat gelembung. Gelembung-gelembung menandakan bahwa anggur masih dalam tahap fermentasi. Gelembung-gelembung dihasilkan oleh saccharomyces yang menghasilkan gas karbondioksida selama fermentasi berlangsung. Berbagai jenis wine dibedakan oleh suhu lingkungan tumbuh dan waktu pemetikan buah anggur. Kadar dari anggur dapat diubah dengan cara mengurangi kadar gula, karena gula diubah oleh ragi menjadi alkohol. Makin banyak gula, makin tinggi tingkat alkohol wine. Kadar juga dapat diubah dengan cara membuka botol berisi wine setelah jadi.
Para penyaji wine yang biasanya disebut sommelier “membuka” wine tersebut dengan teknik decanting yang menggunakan decanter, sebuah wadah untuk menyimpan zat cair, biasanya minuman. Teknik decanting atau membuka dilakukan agar wine yang belum siap, dioksidasi sehingga menjadi lebih nikmat dan memunculkan rasa serta aroma yang terdapat pada wine. Setelah gelembung hilang, jumlah mikroba menjadi lebih sedikit karena mikroba hanya bertahan hidup di lingkungan yang memiliki kadar alkohol maksimum 20% dan yang tersisa hanya jus dan etanol (alkohol) sekitar 12%. Anggur kemudian diperam sebelum disajikan sehingga warna dan aroma terbentuk. Bila perlu, ditambahkan gula sesuai selera masing-masing produsen wine. Sesudah diperam cukup lama, wine di-sentrifuse agar endapan hilang dan wine menjadi bening.
Pada industri pangan, tak jarang terdapat cuka dari bahan-bahan pangan yang difermentasi. Cuka asli adalah cuka yang memang didapatkan dari fermentasi, seperti pada fermentasi buah-buahan. Sementara asam asetat adalah cuka artifisial atau buatan.
Kegiatan enzimatis enzim biasa terjadi pada kasus browning yang terjadi pada apel dan pir sesudah dipotong. Browning termasuk dalam reaksi oksidasi. Biasanya, apel dan pir tersebut sesudah dipotong dimasukkan ke dalam garam, bisa juga air panas, agar enzim yang menyebabkan browning tersebut rusak atau menjadi tidak aktif. Sementara pada mikroba dapat dibunuh dengan menggunakan suhu tinggi. Ada dua macam teknik pembunuhan dengan suhu tinggi, yaitu; pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi menggunakan suhu 60°C sampai 105°C, dengan tujuan membunuh bibit penyakit atau patogen. Cara ini dapat digunakan baik untuk makanan padat maupun cair. Sementara sterilisasi menggunakan suhu lebih dari 100C. Susu UHT (Ultra High Temperature) menggunakan cara sterilisasi dan dengan waktu yang singkat sehingga biasanya disebut susu UHT-ST (Ultra HIgh Temperature - Short time). Perbedaan antara sterilisasi dan pasteurisasi selain pada suhunya, ada pada jenis mikroba yang dibunuh. Pasteurisasi hanya membunuh bibit patogen, sementara sterilisasi membunuh semua. Sehingga, banyak produk-produk komersil yang menggunakan teknik sterilisasi agar menghambat pertumbuhan mikroba lain yang dapat hidup dengan cara pasteurisasi. Selain itu, sterilisasi dilakukan dengan tujuan agar mikroba khusus yang dipakai tidak diambil dan digunakan orang lain, karena strain yang digunakan menghasilkan produk yang khas. Selain dua teknik sebelumya, ada juga teknik blanching dimana produk yang ingin disterikan dicelupkan ke dalam suhu panas di atas 100°C. Bedanya dengan sterilisasi ada pada jenis produk yang dapat menggunakan teknik tersebut. Blanching dilakukan pada produk yang berbentuk zat padat.
Bila menggunakan pengawetan dengan suhu rendah, maka mikroba tidak akan aktif karena mikroba membutuhkan suhu yang lebih hangat unuk bertumbuh. Kebanyakan supermarket menggunakan teknik suhu rendah. Ini menyebabkan harga barang-barang di supermarket lebih mahal dari toko-toko biasa, karena mereka memerlukan biaya lebih untuk mesin-mesin pendingin tersebut dan mempekerjakan banyak orang untuk mengecek stok dagangan mereka.
Selain menggunakan suhu, dapat menggunakan pengawet. Hanya saja, penggunaan pengawet dapat berefek ganda. Misalnya pada penggunaan rempah. Penggunaan rempah dengan jumlah sedikit memicu pertumbuhan mikroba, sementara jumlah yang banyak membunuh mikroba.
B. Mutu bahan pangan
Mutu bahan pangan ditentukan oleh berbagai macam faktor. Beberapa diantaranya adalah sebagi berikut:
Pada industri pangan, tak jarang terdapat cuka dari bahan-bahan pangan yang difermentasi. Cuka asli adalah cuka yang memang didapatkan dari fermentasi, seperti pada fermentasi buah-buahan. Sementara asam asetat adalah cuka artifisial atau buatan.
Kegiatan enzimatis enzim biasa terjadi pada kasus browning yang terjadi pada apel dan pir sesudah dipotong. Browning termasuk dalam reaksi oksidasi. Biasanya, apel dan pir tersebut sesudah dipotong dimasukkan ke dalam garam, bisa juga air panas, agar enzim yang menyebabkan browning tersebut rusak atau menjadi tidak aktif. Sementara pada mikroba dapat dibunuh dengan menggunakan suhu tinggi. Ada dua macam teknik pembunuhan dengan suhu tinggi, yaitu; pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi menggunakan suhu 60°C sampai 105°C, dengan tujuan membunuh bibit penyakit atau patogen. Cara ini dapat digunakan baik untuk makanan padat maupun cair. Sementara sterilisasi menggunakan suhu lebih dari 100C. Susu UHT (Ultra High Temperature) menggunakan cara sterilisasi dan dengan waktu yang singkat sehingga biasanya disebut susu UHT-ST (Ultra HIgh Temperature - Short time). Perbedaan antara sterilisasi dan pasteurisasi selain pada suhunya, ada pada jenis mikroba yang dibunuh. Pasteurisasi hanya membunuh bibit patogen, sementara sterilisasi membunuh semua. Sehingga, banyak produk-produk komersil yang menggunakan teknik sterilisasi agar menghambat pertumbuhan mikroba lain yang dapat hidup dengan cara pasteurisasi. Selain itu, sterilisasi dilakukan dengan tujuan agar mikroba khusus yang dipakai tidak diambil dan digunakan orang lain, karena strain yang digunakan menghasilkan produk yang khas. Selain dua teknik sebelumya, ada juga teknik blanching dimana produk yang ingin disterikan dicelupkan ke dalam suhu panas di atas 100°C. Bedanya dengan sterilisasi ada pada jenis produk yang dapat menggunakan teknik tersebut. Blanching dilakukan pada produk yang berbentuk zat padat.
Bila menggunakan pengawetan dengan suhu rendah, maka mikroba tidak akan aktif karena mikroba membutuhkan suhu yang lebih hangat unuk bertumbuh. Kebanyakan supermarket menggunakan teknik suhu rendah. Ini menyebabkan harga barang-barang di supermarket lebih mahal dari toko-toko biasa, karena mereka memerlukan biaya lebih untuk mesin-mesin pendingin tersebut dan mempekerjakan banyak orang untuk mengecek stok dagangan mereka.
Selain menggunakan suhu, dapat menggunakan pengawet. Hanya saja, penggunaan pengawet dapat berefek ganda. Misalnya pada penggunaan rempah. Penggunaan rempah dengan jumlah sedikit memicu pertumbuhan mikroba, sementara jumlah yang banyak membunuh mikroba.
B. Mutu bahan pangan
Mutu bahan pangan ditentukan oleh berbagai macam faktor. Beberapa diantaranya adalah sebagi berikut:
- Rasa
- Warna
- Aroma
- Tekstur
- Kesegaran
- Gizi
- Daya Simpan
- Kemasan
- Pelayanan
- Masalah emosional dan budaya
- Selera
- Higienis
- Peraturan
Faktor yang berwarna biru, berasal dari bahan pangan itu sendiri. Sementara yang berwarna hitam berasal dari luar bahan pangan. Rasa, aroma, tekstur, warna harus cocok dengan konsumen. Kesegaran biasanya terdapat pada bahan pangan yang berupa daging dan buah-buahan. Sementara gizi tidak selalu digunakan dalam menentukan mutu bahan pangan karena tidak terlihat. Kemasan berperan dalam menarik perhatian konsumen sehingga dapat meningkatkan mutu bahan pangan. Daya simpan harus cukup bertahan lama, karena tidak mungkin konsumen mau membeli bahan pangan yang akan segera rusak sebelum sempat dinikmati. Selain itu, mutu juga dipegaruhi oleh bahan dasar, bahan tambahan, pemrosesan, penyajian, komposisi bahan, dan penyimpanan bahan pangan.
Komentar
Posting Komentar